Selasa, 08 Januari 2008

Resensi Jawa Pos Minggu, 18 Februari 2007

Resensi Jawa Pos Minggu, 18 Februari 2007
Tesaurus, Membuat Bahasa Jadi Segar
Oleh : J. Sumardianta
Judul Buku : Tesaurus Bahasa Indonesia Penulis : Eko Endarmoko Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan : I, Desember 2006 Tebal : xxi + 715 Halaman
SALAH satu fungsi kamus pepatah untuk menyegarkan arah simpul gagasan tanpa membuang waktu. Pun dapat dipakai untuk membangkitkan kembali ingatan, mencari acuan perluasan bacaan, dan membantu mengurai kerumitan pikiran atau pandangan. Ambil contoh, misalnya, pepatah ’’bagai menghalau kambing ke air’’ yang mengandung arti memaksa seseorang melakukan suatu pekerjaan yang tidak disukainya. Atau pepatah ’’ular kobra biasanya tidak menggigit sekali’’ untuk menggambarkan betapa penderitaan itu biasanya datang secara beruntun. Misalnya, hujan deras yang mendatangkan banjir bandang, tanah longsor, eksodus pengungsian, dan lumpuhnya kegiatan ekonomi di Jabodetabek. Lain lagi fungsi kamus sinonim (padanan kata) yang dikerjakan Eko Endarmoko dalam buku Tesaurus Bahasa Indonesia. Tesaurus menghindarkan sastrawan, penulis pidato, penulis teks iklan, wartawan, penyair, esais, prosais, kritikus, novelis, dan lain-lain profesi para perumpaka kata dan peracik bahasa dari pemakaian satu kata yang sama berulang kali dalam satu kalimat atau dalam satu paragraf. Karya tulis dan karangan yang bersungguh-sungguh setali tiga uang ukiran. Prosesnya menuntut kreativitas, ketekunan, inovasi tiada henti, dan kemauan menelisik pelbagai anasir untuk menyantuni kesegaran dan kebaruan. Tukang ngracik ukara dan ngrumpaka basa sekarang terbantu dengan dipublikasikannya kamus Tesaurus Bahasa Indonesia ini. Kekayaan sinonim dalam kamus ini didata dengan rapi jali tertib dari seronok. Tesaurus membuat diksi bahasa dan langgam bertutur menjadi indah menari-nari. Perhatikanlah penggunaan lema (entri) luluh-lantak, pertikaian, dan boyak dalam paragraf pembuka yang memikat (eye catching) dari sebuah karangan berikut ini: ’’Serentak begitu percikan kekerasan menyala di sebuah republik, pamong praja pun jatuh dalam kebingungan, rakyat terjerumus dalam ketakutan, dan pemerintah boyak tanpa arah. Hukum tidak lagi dipatuhi, ekonomi mandek, ikatan keluarga luluh lantak, dan kehidupan mencari tempat dan atmosfernya di jalanan. Segala sesuatu kacau dan berantakan disapu malapetaka dahsyat. Masyarakat, terlempar ke dalam situasi moral muram, tidak lagi peduli derajat sosial dan kekayaan. Mereka yang menguburkan sesamanya kemarin adalah mereka yang dikuburkan hari ini. Anak-anak terpisah dari orang tua. Orang putus asa dan kehilangan keberanian. Mereka hanya menjumpai pertikaian dalam setiap langkahnya. Setiap tanda belas kasih jadi membahayakan.’’ Luasnya perbendaharaan kata berkat penguasaan tesaurus tampak juga dalam paragraf sebuah tubuh tulisan menggemaskan berikut. Tulisan ini enak dibaca karena mengganti kosa kata orang miskin dengan kaum paria, keserakat, kecingkrangan, jelata, rudin, rombeng, dan dekil.** *) J. Sumardianta, guru SMA Kolese de Britto Jogjakarta

1 komentar:

[A Qorib Hidayatullah] mengatakan...

Pak memang hebat. berkat blog ini, sayapun tambah akrab dengan tulisan-tulisan PG. Harapan Qorib, semoga PG berkenan Posting semua karya PG di Blog ini, sehingga Qoribpun leluasa mempelajari karakter tulisan-tulisan PG. dan harapan lainnya, tampilan blog ini kurang rapi (mohon ma'af bukan berarti milik Qorib bagus), tak tampak ada spasi dan paragraf. Qorib kesulitan membacanya, kendatipun, itu semuanya tertutupi oleh isi muatannya yang menggetarkan dengan keagungannya. www.indonimut.blogspot.com (A. Qorib H)